RIAUWICARA.COM|JAKARTA - Pemerintah bersungguh-sungguh dalam menjalankan proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, dengan tetap meng...
RIAUWICARA.COM|JAKARTA - Pemerintah bersungguh-sungguh dalam menjalankan proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, dengan tetap mengedepankan pemenuhan hak-hak masyarakat Rempang yang terkait dengan pemindahan mereka ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap protes sejumlah warga Rempang yang menentang pemindahan tersebut, dengan penanganan yang tidak melibatkan kekerasan.
"Proses penanganan Rempang harus dilakukan dengan pendekatan yang lembut dan beradab. Kami tetap menghormati masyarakat yang secara turun-temurun tinggal di sana. Kami harus menjalin komunikasi yang baik, sebagaimana mestinya. Kita semua adalah bagian dari komunitas yang sama. Oleh karena itu, kita harus berdiskusi dengan bijaksana," kata Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, Senin (18/9/2023).
Konflik yang muncul akibat proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, telah menarik perhatian publik, terutama setelah insiden kekerasan yang terjadi pada 7 September 2023. Pulau Rempang, yang memiliki luas mencapai 17.000 hektare, akan direvitalisasi menjadi kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Xinyi Group, perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok, telah menunjukkan minat untuk berinvestasi senilai US$ 11,5 miliar atau sekitar Rp 174 triliun hingga tahun 2080.
Menurut Bahlil, dari total luas 17.000 hektare, sekitar 10.000 hektare adalah kawasan hutan lindung yang tidak dapat dimanfaatkan. Sehingga area yang dapat dikembangkan sekitar 7.000 hektare. Untuk kawasan industri, tahap pertama mencakup sekitar 2.000-2.500 hektare.
Pemerintah juga telah mempersiapkan lahan baru untuk pemukiman warga yang terdampak. Bahlil mengungkapkan bahwa pemerintah akan membangun hunian baru bagi 700 kepala keluarga dalam jangka waktu 6 sampai 7 bulan. Selama periode konstruksi, warga akan menerima bantuan berupa uang dan tempat tinggal sementara.
Pemerintah telah menyediakan tanah seluas 500 meter persegi per kepala keluarga. Selanjutnya, pemerintah akan membangun rumah tipe 45 senilai sekitar Rp 120 juta. Selain itu, warga akan menerima uang bantuan transisi sebesar Rp 1,2 juta per orang dan bantuan sewa rumah sebesar Rp 1,2 juta. Fasilitas tambahan termasuk tanaman, keramba ikan, dan sampan di laut juga disediakan.
"Semua ini akan diatur secara proporsional sesuai mekanisme dan perhitungannya. Kami ingin memastikan bahwa pemerintah juga memiliki hati," kata dia.
Selain pemenuhan hak masyarakat yang menjadi prioritas, Bahlil juga menekankan pentingnya melanjutkan rencana investasi di Rempang demi kepentingan rakyat. Dia menyatakan bahwa investasi tersebut sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Bahlil juga memperingatkan bahwa jika potensi investasi ini gagal direalisasikan, akan ada banyak kerugian, baik dari segi pendapatan pemerintah maupun ekonomi masyarakat.
"Investasi ini bernilai lebih dari Rp 300 triliun, dengan tahap pertama mencapai Rp 175 triliun. Jika kita melewatkan kesempatan ini, maka potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat akan hilang," ujar Bahlil.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto, menyatakan bahwa sertifikat hak milik (SHM) akan segera diberikan kepada tempat tinggal warga yang terdampak pergeseran dari 16 titik Kampung Tua Pulau Rempang. Dia menegaskan bahwa sertifikat tersebut akan memiliki status SHM yang tidak dapat dijual, melainkan harus dimiliki oleh masyarakat yang terdampak.
"Kami juga telah menyampaikan bahwa sertifikat ini harus sejajar dengan sertifikat 37 kampung tua yang sudah diserahkan, dengan status SHM yang tidak dapat dijual, harus dimiliki oleh masyarakat yang terdampak," pungkas Hadi.

COMMENTS